APNEWS - Para peneliti asal Tiongkok sedang mengembangkan reaktor Tokamak (EAST), yang meniru proses fusi nuklir Matahari.
Fusi nuklir itu diklaim mampu mencapai suhu elektron sebesar 100 juta derajat Celsius.
Seperti dilansir Science Alert, para pejabat Tiongkok mengungkap telah menyelesaikan konstruksi Matahari buatan itu pada tahun ini.
"Plasma Matahari buatan terutama terdiri dari elektron dan ion dan perangkat Tokamak yang ada saat ini, telah mencapai suhu elektron lebih dari 100 juta derajat Celsius dalam plasma intinya, dan suhu ion 50 juta Celsius," kata pejabat Perusahaan Nuklir Nasional Tiongkok, Duan Xuru.
Duan menyebut, suhu sebesar 100 juta derajat Celsius pada inti Tomatak HL-2M merupakan tujuh kali lipat ketimbang suhu ion Matahari asli.
Seandainya klaim reaktor nuklir tersebut betul, perangkat itu dapat berfungsi sebagai format reaktor fusi nuklir di masa depan.
Dengan format reaktor ini, pertanyaan mengenai energi bersih bumi dapat menjadi kenyataan.
Satu kota di barat daya Tiongkok, Chengdu, berencana membuat Bulan purnama palsu pada 2020.
Menurut Direktur Institut Penelitian Luar Angkasa dan Sistem Teknologi Mikroelektronik Chengdu, Wu Chunfeng, Bulan purnama imitasi ini akan dibuat dengan bantuan satelit.
Dikutip dari People Daily Online, Bulan imitasi ini akan dirancang untuk melengkapi cahaya Bulan di malam hari. Wu menyebut, kecerahan Bulan buatan itu delapan kali dari Bulan asli dan akan cukup terang mengganti menggantikan lampu jalan.
Satelit penerangan ini diklaim dapat menerangi area berdiameter 10 hingga 30 kilometer. Sementara jangkauan pencahayaan yang tepat dapat dikontrol jarak jauh.
Ide Bulan imitasi ini sebetulnya muncul dari seorang seniman Prancis. Instalasi seniman Prancis yang tak disebut namanya itu berupa menggantung kalung dari cermin di atas bumi, sehingga dapat memantulkan cahaya matahari ke jalanan Paris, sepanjang tahun.
Pengujian satelit penerangan ini telah dimulai sejak bertahun-tahun lalu. Sekarang, klaim Wu, teknologi itu hampir paripurna.
Meski demikian, proyek ini memancing kontroversi. Sebab, bebrapa orang menyatakan keprihatinan mengenai dampak Bulan imitasi ke rutinitas hewan dan pengamatan astronomi.
Direktur Institute of Optic, School of Aerospace, Harbin Institute of Technology, Kang Weimin, membantah anggapan gangguan itu. Dia menjelaskan cahaya dari satelit mirip dengan cahaya senja yang tak mempengaruhi rutinitas hewan.
Fusi nuklir itu diklaim mampu mencapai suhu elektron sebesar 100 juta derajat Celsius.
Seperti dilansir Science Alert, para pejabat Tiongkok mengungkap telah menyelesaikan konstruksi Matahari buatan itu pada tahun ini.
"Plasma Matahari buatan terutama terdiri dari elektron dan ion dan perangkat Tokamak yang ada saat ini, telah mencapai suhu elektron lebih dari 100 juta derajat Celsius dalam plasma intinya, dan suhu ion 50 juta Celsius," kata pejabat Perusahaan Nuklir Nasional Tiongkok, Duan Xuru.
Duan menyebut, suhu sebesar 100 juta derajat Celsius pada inti Tomatak HL-2M merupakan tujuh kali lipat ketimbang suhu ion Matahari asli.
Seandainya klaim reaktor nuklir tersebut betul, perangkat itu dapat berfungsi sebagai format reaktor fusi nuklir di masa depan.
Dengan format reaktor ini, pertanyaan mengenai energi bersih bumi dapat menjadi kenyataan.
Satu kota di barat daya Tiongkok, Chengdu, berencana membuat Bulan purnama palsu pada 2020.
Menurut Direktur Institut Penelitian Luar Angkasa dan Sistem Teknologi Mikroelektronik Chengdu, Wu Chunfeng, Bulan purnama imitasi ini akan dibuat dengan bantuan satelit.
Dikutip dari People Daily Online, Bulan imitasi ini akan dirancang untuk melengkapi cahaya Bulan di malam hari. Wu menyebut, kecerahan Bulan buatan itu delapan kali dari Bulan asli dan akan cukup terang mengganti menggantikan lampu jalan.
Satelit penerangan ini diklaim dapat menerangi area berdiameter 10 hingga 30 kilometer. Sementara jangkauan pencahayaan yang tepat dapat dikontrol jarak jauh.
Ide Bulan imitasi ini sebetulnya muncul dari seorang seniman Prancis. Instalasi seniman Prancis yang tak disebut namanya itu berupa menggantung kalung dari cermin di atas bumi, sehingga dapat memantulkan cahaya matahari ke jalanan Paris, sepanjang tahun.
Pengujian satelit penerangan ini telah dimulai sejak bertahun-tahun lalu. Sekarang, klaim Wu, teknologi itu hampir paripurna.
Meski demikian, proyek ini memancing kontroversi. Sebab, bebrapa orang menyatakan keprihatinan mengenai dampak Bulan imitasi ke rutinitas hewan dan pengamatan astronomi.
Direktur Institute of Optic, School of Aerospace, Harbin Institute of Technology, Kang Weimin, membantah anggapan gangguan itu. Dia menjelaskan cahaya dari satelit mirip dengan cahaya senja yang tak mempengaruhi rutinitas hewan.
No comments:
Post a Comment