APNEWS - Kasus penembakan masjid di Christchurch, Selandia Baru, menuai protes dari CEO AirAsia Tony Fernandes. Ia berhenti memakai Facebook karena dianggap platform itu tidak maksimal dalam melawan aksi terorisme.
Pasalnya, penembakan masjid di Christchurch tersiar secara langsung (livestreaming) di Facebook. Selain protes kasus penembakan, Tony juga mengaku sudah sering rugi akibat Facebook karena banyaknya kasus penipuan atas namanya.
"Facebook seharusnya bisa bekerja lebih banyak untuk menghentikan kasus ini. Saya sendiri telah menjadi korban dari banyak cerita palsu terkait bitcoin dan lain-lain. 17 menit siaran langsung pembunuhan dan kebencian!!! Facebook perlu bersih-bersih dan tidak hanya memikirkan uang semata," ujar Tony lewat akun Twitternya.
Tony mengakui Facebook adalah platform yang sangat berguna, terutama dalam hal berkomunikasi, tetapi sulit baginya untuk memberi toleransi pada kasus penembakan Christchurch. Meski demikian akun AirAsia masih aktif di platform tersebut.
Terkait kasus penembakan, pihak Facebook mengaku sudah menghapus hingga 1,5 juta video penembakan Christchurch dalam tempo 24 jam setelah penembakan.
"Dalam 24 jam pertama, kami telah mencekal 1,5 juta video serangan secara global, yang mana 1,2 juta di antarnya diblokir ketika proses upload," ujar Mia Garlick dari Facebook Selandia Baru seperti dikutip Gizmodo.
Ia pun memastikan mencekal semua versi video yang sudah diedit meski tidak memunculkan konten kekerasan. Sementara itu, Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern juga ingin membahas masalah siaran langsung dengan Facebook.
Menurut Reuters, sang PM menyebut sudah dihubungi COO Facebook Sheryl Sandberg untuk berbicara masalah tembakan serta ucapan duka, tetapi ia ingin berbicara secara langsung dengan pihak Facebook. "Ini adalah isu yang saya ingin diskusikan langsung dengan Facebook," ujarnya.
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo), menyatakan telah menghapus lebih dari 2.000 video penembakan masjid di Selandia Baru hingga Senin pagi, 18 Maret 2019.
Diungkapkan oleh Plt Kepala Biro Humas Kemkominfo Ferdinandus Setu, hingga kini proses penyaringan konten video kekerasan tersebut terus dilangsungkan.
"Kami sudah langsung keluarkan permintaan untuk blokir, tidak lama setelah peristiwa itu. Ini di Indonesia saja yang dilakukan oleh tim AIS kami," kata Ferdinandus di Jakarta.
Lebih lanjut, pria yang karib disapa Nando ini menjabarkan bahwa semua konten yang disaring dan dihapus adalah dalam bentuk video.
"Yang tadi video semua, kita tidak membicarakan konten lagi, karena yang berbahaya video yang dia (pelaku teror penembakan) sedang live itu," tutur Nando.
Berdasarkan rincian data dari Kemkominfo per Senin pagi, total ada 2.856 video penembakan yang sudah dihapus. Dari jumlah tersebut, Instagram merupakan platform yang paling banyak dipakai untuk menyebarkan video teror itu.
Total, ada 1.501 video yang dihapus dari platform berbagi foto dan video singkat Instagram. Kemudian di Twitter ada 856 video yang dihapus, 355 video yang dihapus dari Facebook, dan 144 video yang dihapus dari YouTube.
Pasalnya, penembakan masjid di Christchurch tersiar secara langsung (livestreaming) di Facebook. Selain protes kasus penembakan, Tony juga mengaku sudah sering rugi akibat Facebook karena banyaknya kasus penipuan atas namanya.
"Facebook seharusnya bisa bekerja lebih banyak untuk menghentikan kasus ini. Saya sendiri telah menjadi korban dari banyak cerita palsu terkait bitcoin dan lain-lain. 17 menit siaran langsung pembunuhan dan kebencian!!! Facebook perlu bersih-bersih dan tidak hanya memikirkan uang semata," ujar Tony lewat akun Twitternya.
Tony mengakui Facebook adalah platform yang sangat berguna, terutama dalam hal berkomunikasi, tetapi sulit baginya untuk memberi toleransi pada kasus penembakan Christchurch. Meski demikian akun AirAsia masih aktif di platform tersebut.
Terkait kasus penembakan, pihak Facebook mengaku sudah menghapus hingga 1,5 juta video penembakan Christchurch dalam tempo 24 jam setelah penembakan.
"Dalam 24 jam pertama, kami telah mencekal 1,5 juta video serangan secara global, yang mana 1,2 juta di antarnya diblokir ketika proses upload," ujar Mia Garlick dari Facebook Selandia Baru seperti dikutip Gizmodo.
Ia pun memastikan mencekal semua versi video yang sudah diedit meski tidak memunculkan konten kekerasan. Sementara itu, Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern juga ingin membahas masalah siaran langsung dengan Facebook.
Menurut Reuters, sang PM menyebut sudah dihubungi COO Facebook Sheryl Sandberg untuk berbicara masalah tembakan serta ucapan duka, tetapi ia ingin berbicara secara langsung dengan pihak Facebook. "Ini adalah isu yang saya ingin diskusikan langsung dengan Facebook," ujarnya.
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo), menyatakan telah menghapus lebih dari 2.000 video penembakan masjid di Selandia Baru hingga Senin pagi, 18 Maret 2019.
Diungkapkan oleh Plt Kepala Biro Humas Kemkominfo Ferdinandus Setu, hingga kini proses penyaringan konten video kekerasan tersebut terus dilangsungkan.
"Kami sudah langsung keluarkan permintaan untuk blokir, tidak lama setelah peristiwa itu. Ini di Indonesia saja yang dilakukan oleh tim AIS kami," kata Ferdinandus di Jakarta.
Lebih lanjut, pria yang karib disapa Nando ini menjabarkan bahwa semua konten yang disaring dan dihapus adalah dalam bentuk video.
"Yang tadi video semua, kita tidak membicarakan konten lagi, karena yang berbahaya video yang dia (pelaku teror penembakan) sedang live itu," tutur Nando.
Berdasarkan rincian data dari Kemkominfo per Senin pagi, total ada 2.856 video penembakan yang sudah dihapus. Dari jumlah tersebut, Instagram merupakan platform yang paling banyak dipakai untuk menyebarkan video teror itu.
Total, ada 1.501 video yang dihapus dari platform berbagi foto dan video singkat Instagram. Kemudian di Twitter ada 856 video yang dihapus, 355 video yang dihapus dari Facebook, dan 144 video yang dihapus dari YouTube.
No comments:
Post a Comment